Hingga saat ini autis dipikirkan pada beberapa hal; sebagai sesuatu yang tidak punya harapan, tidak dapat diperbaiki dan kondisi yang mutlak. Namun demikian penelitian menyatakan bahwa dengan intervensi perilaku yang intensif mulai sejak anak-anak antara usia 2 hingga 5 tahun dapat menghasilkan yang secara signifikan dan berdampak positif bagi perkembangan anak. Intervensi perilaku merupakan treatment pilihan bagi anak-anak dan remaja autis. Penelitian menunjukkan bahwa dengan intervensi tersebut secara potensial berkembang sangat dramatis luar biasa bagi anak-anak autis ini merupakan penelitian yang secara positif menginspirasi bagi dunia pendidikan anak autis.
Apa itu autism? beberapa waktu autism dipertimbangkan sebagai gangguan perkembangan pervasive developmental disabilities ini diasumsikan sebagai gangguan perkembangan otak secara biological bukan gangguan secara emosional dari hasil pengasuhan atau family dysfunction, tepatnya bahwa penyebab perkembangan otak yang tidak normal belum diketahui hingga saat ini. Dalam beberapa bagian karena autis belum dapat di deteksi secara reliabel dengan scan otak, melalui scan otak atau tes medis lainnya saat ini artis diagnosis melalui pengamatan perilaku anak secara langsung.
Estimasi jumlah anak autis dari data 4 laki-laki dibanding 1 perempuan dalam (Rapin, 1991, Shareman, Sri 1988). Label autism dipakai ketika ditetapkan profesional yang berkualifikasi secara profesional seperti psikolog yang menentukan bahwa sebelum usia 3 tahun anak menunjukkan beberapa tanda kekurangan atau kelebihan dalam beberapa domain perilaku, communication, simbolik atau aktivitas aktivitas image yang bersifat imajinatif (bermain, interaksi sosial yang berbalasan, dan ketertarikan dan aktivitas). Pada setiap area tersebut ada beberapa kejanggalan yang dapat dilihat. Gangguan komunikasi informal sebagai contoh menggunakan bunyi sebagai alat komunikasi bicara yang mengulang-ulang digunakan salah sosial. (terlibat dalam konflik percakapan sosial). Perkembangan perilaku bermain mungkin rata-rata terlambat. Jika hal itu berkembang pada semua area, hal itu selalu kurang secara spontan variasi-variasi dan komponen sosial. Faktanya interaksi sosial anak autis sering terganggu pada poin yang terlihat secara individual yakni tidak tertarik secara sosial dan ketidakmampuan dalam merespon orang lain. Tingkat ketertarikan dan aktivitas mungkin sangat terbatas. Seringkali beberapa pola perilaku yang stereotip; diulang-ulang secara terus-menerus. Masalah lainnya pada anak autis termasuk problem dalam attention, aktivitasnya sangat terbatas, perilaku yang merusak seperti tantrum (perilaku yang merusak terhadap property atau dirinya sendiri), dan respon stimulus sensorik yang tidak lazim. Beberapa anak-anak autis juga memiliki kesulitan belajar yang sangat luar biasa. Skor persentasenya sangat kecil dalam ring normal pada tes kemampuan kognitif, 75% hingga 80% fungsinya sedang hingga rata-rata berat sebagaimana mental retardation (Rapiin, 1991).
Diagnosis autis harus berbasis pada observasi secara langsung secara luas dan interview secara mendalam dengan anggota keluarga dan atau pengasuhnya. Beberapa checklist perilaku dapat membantu membedakan autis dari gangguan lainnya seperti mental retardation tanpa autis, gangguan bahasa spesifik atau yang lainnya. Beberapa asesmen yang standar dapat membantu mendefinisikan secara lua dari keterlambatan perkembangan atau deviation. Bagaimanapun secara psikologis, pendidikan, dan tes bahasa merupakan subject pada problem reliability dalam mengidentifikasi autis (American psychiatric Association 1994, Rapi, 1991, Rutr dan Kopler, 1987).
Selanjutnya kesulitan tersebut makin komplek. Bagi orang tua yang sejak awal, cenderung tidak mengenali gejala-gejala dini dari gangguan anak autis. Beberapa orang tua anak autis melaporkan bahwa ada Peditrisian mengatakan pada mereka untuk “wait and see. (lihat dan tunggu). Anak akan berkembang sediri”.
Ketika diagnosis telah dibuat secara final oleh satu atau beberapa professional seringkali melabel disorder secara berbeda, sebagaimana dalam kasus tertentu professional mengatakan autis, selanjutnya mengatakan Pervasive Developmentel Disorder (PDD) dengan ciri-ciri autis dan lain waktu mengatakan Pervasive Developmental Not Otherwise Specified (PDD NOS). Sementara itu label-label tersebut mungkin membuat orang tua menjadi lebih baik, tidak keberatan dengan keberadaan bukti yang beberapa lebel-label berbeda tersebut dianggap kurang serius dari terminology autis. Ada kecenderungan yang dapat dipahami bagi beberapa orang tua dan professional untuk menghindar dari kata autis, “dr. X mengatakan bukan autis, dr. hanya mengatakan kecenderungan autis, atau anak ibu hanya pervasive developmental disorder. (baca buku Joko Yuwono, 2019). Bagaimanapun, orang tua didorong untuk selanjutnya membuat keputusan untuk terapi berbasis impression yang kondisi anak sangat ringan atau bersifat sementara, keputusan tersebut mungkin tidak optimal bagi anak.
Hal di atas jelas bahwa semua kesulitan-kesulitan diagnosis dapat atau seringkali mengarah pada problem keterlambatan, penolakan, kebingungan, atau kekacauan psikologis dari orang tua. Sayangnya, pertanyaan bagaimana untuk mendiagnosa dan label anak hanya merupakan salah satu dari beberapa topic kontroversi di lapangan penelitian autis dan treatmen. Hal lain bahwa usia yang maksimal bagi diagnosis, dan optimal usia untuk dilakukan treatmen. Beberapa professional menolak untuk berunding diagnosis sampai anak usia 3 atau 4 tahun bahkan 5 tahun, yang poin akhirnya melabelnya autis.
Jika orang tua ternyata beberapa ragu, menenangkan, konflik terhadap pendapat yang bertentangan dari diagnosis yang berbeda-beda, tetapi selanjutnya orag tua dapat konsen terhadap perkembangan anak. Bagaimanapun, mereka mungkin mempertimbangkan program penanganan sejak dini. Oleh karenanya, jika keputusan diagnosis sudah atau belum ditegakkan maka penanganan sejak dini tetap harus dilakukan. Orang tua tidak perlu menunggu atau akan kehilangan waktu yang bernilai dalam proses inetervensi dini. SEGERAKAN PENANGANAN SEJAK DINI! Early Intervention.
Dr. J.