Orang tua yang memiliki anak autis menghadapi problem yang nyata. Jordan (2001) menuliskan beberapa problem yang dihadapi oleh Orang tua yaitu Orang Tua yang Kurang Ahli (parents’ lack of expertis), harga diri Orang tua (parents’ self esteem), kondisi kehidupan yang panjang (life-long condition), akibat yang lebih komplek (multiple effects), pengaruh emosi sosial (social emotional effects) dan dukungan pengetahuan dan sosial (explanation and social support). Pertama, Orang Tua yang Kurang Ahli (parents’ lack of expertis). Pada butir ini jelas sekali bahwa orang tua kurang memiliki keahlian dalam membantu anak autis. Kesulitan awal yang nyata adalah orang tua sulit untuk memahami anak autis dan tidak memahami apa yang seharusnya mereka lakukan kepada anaknya. Orang tua sering kali mencoba ingin membantu anaknya tetapi kecenderungannya selalu menemui kesulitan dalam pelaksanaanya. Ketika mereka menemui seorang ahli maka semakin menunjukkan bahwa mereka membutuhkan dukungan dan bimbingan dari ahli. Celakanya, orang tua membutuhkan bagaimana cara menangani anaknya secara pragmatis, tetapi “ahli” malah memberikan teori-teori yang mungkin malah menambah kebingungan orang tua.
Kedua, Harga Diri Orang tua. (Parents’ self esteem). Jelas sekali bahwa orang tua merasa bersalah dan hal ini akan menjadi kesulitan yang nyata bagi anak orang tua dan anak autistik itu sendiri. Jika orang tua memiliki self esteem yang rendah, hal ini disebabkan oleh ketidakmampuan dalam membuat kontak dengan anaknya yang mungkin menjadi pembenaran terhadap rasa tersebut. Perhatian yang penting bagi profesional adalah bagaimana memberikan bimbingan pada orang tua untuk memahami anaknya dan bagaimana orang tua dapat bermain dalam perkembangan sosial dan intelektual anak mereka. Profesional (konselor) harus memiliki sensitifitas dalam membantu perasaan orang tua yang positif tentang peran dimasa depan tanpa dengan perasaan bersalah dan keputusasaan. Para orang tua membutuhkan pemahaman bahwa intervensi dini merupakan bagian yang penting. Tidak ada kata terlambat bagi anak-anak yang diketahui dan dimulai penanganan pada usia 5 tahun ke atas. Bagiamanpun, self esteem yang dimiliki orang tua, kecemasan dan ketidakcakapan orang tua merupakan dua reaksi awal yang sering muncul dan seringkali menjadikan masalah jika tidak tertangani dengan baik.
Ketiga, Kondisi Kehidupan yang Panjang (Life-long condition). Salah satu faktor yang menghambat perkembangan anak autis adalah ketidakyakinan orang tua terhadap masa depan anak. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan intervensi dini yang efektif dapat membuat perbedaan yang luar biasa bagi perkembangan anak autis. Salah satu penelitian yang dipublikasikan oleh Lovaas yang dikutip oleh Maurice (1996) membuktikan bahwa dengan penanganan yang intensif, empat puluh jam seminggu menunjukkan perubahan yang signifikan bagi perkembangan anak autis. Orang tua harus dihadapkan dengan kenyataan bahwa anak mereka membutuhkan dukungan dan keputusan yang tepat. Hal ini akan mempengaruhi persepsi orang tua dalam membantu perkembangan anak autistik.
Keempat, Efek Ganda (Multiple effects). Ada perhatian yang nyata bagi Orang tua terhadap anak autis merupakan problem tambahan yang menyertai pada anak autis seperti gangguan sensori, gangguan bahasa yang spesifik, gangguan koordinasi, emosional, perilaku, problem perkembangan seksual yang dihadapi dan sebagainya. Gangguan perkembangan yang komplek ini tidak hanya mempengaruhi orang tua, tetapi juga mempengaruhi bagaimana orang tua harus berinteraksi dengan anak autis. Oleh karena itu orang tua selayaknya memperoleh bimbingan dan bantuan bagaimana mereka seharusnya berinteraksi dan berkomunikasi secara tepat dengan anak autis.
Kelima, Efek Emosi Sosial (Social emotional effects). Kesulitan dalam berinteraksi dengan orang lain merupakan inti dari kondisi dan kegagalan anak-anak autis. Apalagi anak autis yang disertai dengan kesulitan belajar khusus. Ketika suatu waktu anak didiagnosis sebagai anak autis, orang tua membutuhkan keterangan tentang hal ini. Pada tahap awal orang tua selalu mencoba membantu berinteraksi dengan anaknya tanpa bimbingan bagaimana seharusnya orang tua memberikan rangsangan yang tepat bagi anaknya. Kegagalan dalam menanggapi anaknya dan kesulitan dalam menegakkan rasa antara satu dengan lainnya sehingga orang tua menjadi frustrasi. Diagnosis dapat membantu masalah ini tetapi tidak dapat terselesaikan dengan cepat. Setidaknya jika hal ini dilakukan secara bertahap selama beberapa tahun, orang tua dapat mengurangi perasaan bersalah dan merasakan kekurangan yang dapat berlanjut mempengaruhi kemampuan mereka untuk membuat kemajuan positif bagi anaknya.
Terakhir, Dukungan Informasi dan Sosial (Explanation and social support). Kesulitan yang sering kali dihadapi oleh orang tua adalah ketika orang tua harus mengatakan tentang masalah anaknya. Hal ini sangat sulit bagi orang tua oleh karenanya mereka membutuhkan dukungan informasi bagi diagnosis anaknya untuk membantu masalah tersebut. Dengan diagnosis sesegera mungkin dapat membantu menjelaskan masalah yang sedang dihadapi orang tua. Butir ini sangat dibutuhkan orang tua agar mereka dapat mengambil tindakan awal yang dianggap penting bagi perkembangan anaknya.
Apabila masalah anak tidak dikenali sejak dini, semua masalah akan muncul menjadi lebih rumit. Masalah tersebut muncul ketika menghadapi anak autis dengan berbagai gangguan perkembangannya seperti masalah perilaku, ekspresi emosional yang salah, tidak dapat bermain dengan teman sebaya dan tidak dapat berbicara. Orang tua yang memiliki anak autis membutuhkan dukungan yang ekstra baik secara pragmatik maupun emosional. Penting sekali bagi orang tua mendapatkan dukungan dari teman, tetangga saudara, kakek, nenek dan tentu lingkungan sekolah dan keluarga.
Menurut Ginanjar (2010) problem orang tua yang memiliki anak auti mengalami berbagai masalah dan krisis sesuai dengan perkembangan anak autistik dan tahapan-tahapan kehidupan yang dilewati oleh keluarga yang bersangkutan. Ginanjar menyebutnya sebagai masa krisis. Adapun jenis-jenis krisis yang biasanya dialami oleh Orang tuayang memiliki anak autistik adalah sebagai berikut :
- Saat Menerima Diagnosis Anak. Hampir semua Orang tua yang memiliki anak autis kecenderungannya memiliki masa krisis ketika menerima diagnosis yang menyatakan bahwa anaknya diduga memiliki gangguan autis. Reaksi awal mereka pada umumnya terkejut dan tidak percaya. Apalagi bila anak masih kecil dan ciri-ciri yang tampak belum terlalu nyata. Krisis ini dapat muncul dikarenakan reaksi-reaksi dari Orang tua dan orang disekitarnya, misalnya Orang tua menolak diagnosis dan tidak memperbolahkan melakukan terapi atau kebalikannya mencari terapi secara membabi buta dengan harapan mendapatkan “penyembuahan” bagi perilaku anaknya. Konflik besar dapat terjadi antara keluarga (suami dan istri) tentang perbedaan pandangan tentang anak, penanganan, masalah finansial dan saling menyalahkan antar suami dan istri.
- Gangguan Kesehatan Anak. Sebagaimana diketahui, gangguan autis sangat mungkin berhubungan dengan gangguan fisik seperti epilepsy, alergi, masalah pencernaan maupun kelainan jantung serta motorik anak. Gangguan kesehatan ini membutuhkan perhatian dan finansial yang sangat besar. Biaya pemeriksaan untuk kesehatan anak autistik tidaklah sedikit. Sehingga orang tua menjadi stres dalam menghadapi kebutuhan perhatian dan finansial tersebut. Tidak jarang juga orang tua memilih berhenti bekerja untuk mendampingi anaknya. Dalam kondisi ini orang tua terkadang terlalu fokus pada anaknnya dan kurang dapat membagi perhatian pada anak lainnya bahakan dirinya sendiri.
- Menghadapi Keluarga Besar dan Masyarakat. Tidak sedikit ditemukan bahwa orang tua memiliki masalah dengan keluarga. Orang tua dituduh sebagai penyebab hadirnya keturunan dengan gangguan autis karena dalam riwayat keluarga suami tidak ditemukan anak dengan gejala autism. Hal lainnya adalah rasa malu dan tertekan terhadap lingkungan sekitarnya, sehingga Orang tua menyembunyikan anaknya dari lingkungan masyarakat sekitar. Pada sisi yang lain, perlakukan masyarakat (sekolah dan tetangga) yang salah sehingga membuat keluarga memiliki beban yang lebih berat. Perlakuan yang diskriminatif dan stigma negatif tentu menambah stress yang tinggi bagi keluarga.
- Masalah Perkawinan. Tantangan dalam mengasuh dan penanganan anak autis berdampak pada hubungan perkawinan. Banyak perkawinan yang menghadapi krisis karena pasangan suami-istri tidak memiliki keterampilan komunikasi dan pemecahan masalah yang baik. Bahkan tidak jarang hubungan tersebut berakhir dengan perceraian.
- Anak Autis yang Memasuki Sekolah/Remaja. Ketika anak menginjak di bangku sekolah dan remaja membutuhkan keterampilan adaptasi yang memadai. Kebutuhan dan perubahan aspek sosial, emosi, biologis, pengetahuan, dan dengan segala tuntutanya yang makin kompleks, menambah beban tersendiri. Hal ini dikarenakan sebagian besar anak autis memiliki kesulitan dalam beradaptasi dengan berbagai perubahan-perubahan tersebut sehingga memgalami frustrasi yeng muncul dalam bentuk emosi yang meledak-ledak, agresifitas, kesepian dan menarik diri dari perlakuan.
Berdasarkan hasil penelitian dan literatur secara klinis selama 35 tahun dari devisi TEACCH (Treatment and Education of Autistik and Related Communication Handicapped Children) di Department of Psychiatry di University of North Carolina School of Medicine mendiskripsikan pola-pola tekanan unik yang dihadapi oleh keluarga (orang tua). Secara substansial hasil penelitian menunjukkan bahwa indikasi orang tua dari anak autis memiliki masalah stress dan depersi daripada orang tua yang memiliki anak dengan gangguan perkembangan lainnya. (Volkmar et al., 2005). Tekanan-tekanan yang dihadapi orang tua meliputi hasil diagnosa yang membingungkan, masa perkembangan yang tak biasa, dilema antara tidak dapat dan tidak mau, komunikasi sosial yang tidak normal, kelihatan secara gerak fisik yang tak normal, genetik, hubungan dengan professional, berbagai terapi yang tak manjamin keberhasilan anak autis, dan dukungan terapis-terapis bagi berkembangan anak autistik.
Berbagai persoalan yang dihadapi orang tua anak autis dapat disimpulkan ada empat hal yakni persoalan rang tua berkaitan dengan dirinya sendiri dengan anak autis, keluarga, professional dan masyarakat. Persoalan dengan anak autis merupakan persoalan utama. Persoalan ini terlihat nyata karena orang tua seringkali dihadapkan dengan perilaku anak autis yang sangat rumit. Menghadapi perilaku anak autis tidak mudah dan kecenderungannya dibutuhkan waktu yang sangat panjang sehingga hal ini menjadi persoalan yang terus dan terus dihadapi oleh orang tua. Persoalan dengan keluarga merupakan persoalan penyerta sebagai dampak dari kehadiran anak autis. Demikian pula dengan persoalan dengan professional dalam menjalin hubungan penanganan dan masyarakat. Orang tua dihadapkan pada persoalan hidup di masyarakat dan reaksi keluarga dari suami/istri, mertua atau bahkan dalam keluarga sendiri. Hal yang lebih nyata sebenarnya adalah bagaimana Orang tua menghadapi perilaku anak autistik itu sendiri.
Berdasarkan paparan di atas, penulis menegaskan bahwa menjadi orang tua dari anak autis dihadapkan pada masalah yang sangat komplek. Pada bagian ini menjadi orang tua bukanlah suatu yang mudah. Dibutuhkan kekutan bersama dari keluarga, suami, istri, anak dan mertua (keluarga inti). Bersama-sama adalah cara yang terbaik untuk menghadapi masalah dan menggapi masa depan anak menjadi lebih baik. Lakukan yang Terbaik!